Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada DKI Jakarta telah dilaksanakan 20 September yang lalu. Dan hasil perhitungan cepat berbagai lembaga survei menyatakan Jokowi yang masih aktif menjabat sebagai walikota Solo adalah sebagai pemenang.
Mungkin sudah banyak yang mengetahui kalau Jokowi mempunyai kebiasaan untuk tidak mengambil gajinya sebagai walikota. Dari berita yang ditulis di berbagai media massa mengatakan bahwa Jokowi juga berencana untuk tidak mengambil gajinya saat nanti resmi menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Hal seperti ini sebenarnya juga dilakukan oleh seorang presiden dari Uruguay, José Mujica. Meskipun tidak sama persis seperti Jokowi yang tidak mengambil semua gajinya, Mujica mendapat julukan el presidente mas pobre atau presiden termiskin karena hanya mengambil 10% dari gajinya.
Mujica sendiri sesungguhnya dapat menikmati seluruh gajinya yang sebesar $12.500 setiap bulannya, namun dia memilih untuk mengambil hanya $1.250 atau 11,8 juta rupiah saja.
Antara Jokowi dan Mujica memiliki kesamaan, yaitu mengenai alasan mengapa mereka melakukan hal yang sama, tidak mau mengambil gaji mereka sebagai pejabat negara.
“Selama masih ada yang miskin, membutuhkan ya biar dipakai yang membutuhkan,” kata cagub yang diusung oleh PDI-P dan Gerindra itu, saat ditemui di di posko pemenangan pasangan Joko Widodo-Basuki T Purnama (Jokowi-Ahok), di Jalan Borobudur no 22, Menteng Jakarta Pusat, Kamis (20/9/2012) malam.
Sementara itu, Mujica mengatakan hal yang kurang lebih sama.
“Saya cukup dengan jumlah itu. Saya harus mencukupkan diri dengan jumlah itu, karena banyak orang Uruguay yang hidup dengan lebih sedikit dari jumlah itu,” kata Mujica.
Selain itu keduanya juga memiliki kesamaan mengenai prestasi yang ditorehkannya selama menjabat di daerahnya masing-masing. Jokowi menjadi walikota kesayangan warga kota Solo karena berbagai macam prestasinya dan sanggup membuat kota Solo menjadi kota yang lebih baik. Dengan kata lain Solo mengalami masa kejayaan saat dipimpin oleh Jokowi. Pun demikian dengan Uruguay, banyak orang mengatakan Uruguay mengalami masa kejayaan selama dipimpin oleh Mujica.
Tentu saja setiap orang dan setiap pejabat mempunyai pendapatnya masing-masing mengenai menyumbangkan gajinya untuk kepentingan sosial. Tidak ada unsur pemaksaan untuk melakukan hal yang sama seperti Jokowi dan Mujica. Karena masalah memberi atau tidak, semua tergantung kepada masing-masing pribadi untuk melakukannya. Toh seandainya mereka tetap mengambil gajinya juga tak mengapa dan sah-sah saja.
Tetapi disini Jokowi dan Mujica mampu memberikan contoh kepada masyarakat bahwa kedamaian dalam hidup dapat diperoleh salah satu caranya adalah dengan memberi kepada orang lain yang membutuhkan. Kedamaian hidup diperoleh karena didalam hati merasakan apa yang dinamakan dengan “cukup”.
Jokowi merasa sudah cukup dapat menafkahi anak istrinya dari usaha mebel dan tekstil, sementara Mujica merasa dari 10% gajinya sudah cukup untuk menafkahi istrinya.
Sesuatu yang bisa saya ambil dari kisah Jokowi dan Mujica adalah kata “cukup” tersebut. Karena dengan merasa cukup, hidup kita akan menjadi lebih tenang dan damai. Dengan merasa cukup manusia tidak lagi mudah diombang-ambingkan dengan sifat serakah yang sering menghinggapi perasaan manusia.
Dalam hal ini saya tidak mengagung-agungkan Jokowi dan Mujica sebagai manusia luar biasa, apalagi mendukung Jokowi di Pilkada kemarin. Karena saya sendiri bukan warga Solo atau Jakarta, apalagi Uruguay.
Dengan kesamaan Jokowi dan Mujica yang dijuluki dengan presiden termiskin karena mengambil hanya sebagian gaji dan menyumbangkannya, mungkin sah-sah saja bila Jokowi juga diberi julukan gubernur termiskin.
0 Comments:
Posting Komentar